Siapa mengira di rimbunan hutan Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatra Utara, ada rumah orang bunian. Konon, dulunya hutan itu adalah sebuah kampung bernama Uruk Rambuten. Tetapi sejak tahun 80-an kampung itu telah ditinggalkan. Hanya sesekali orang datang untuk mencari hasil hutan dan ladang mereka.
Di sanalah rumah “orang bunian” itu berada. Masyarakat sekitar sebenarnya menyebut orang bunian itu sebagai kemang. Ada juga yang menyebutnya umang. Dan rumahnya disebut gua kemang.
Ia berupa bongkahan batu besar. Bentuknya mengkerucut ke atas. Batu itu beruang di tengahnya. Diameternya kira 1 X 1,5 meter. Di sisi kanan dan kiri dalam gua, ada dua undakan. Sedangkan di sebelah kanan ada ruangan kecil memanjang.
Selain itu, terdapat juga ukiran-ukiran mirip tulisan Arab di dalam gua di bagian atas pintu. Namun tak jelas kepastiannya, karena di beberapa bagian dinding dalam gua banyak coretan-coretan manusia yang iseng mengukir namanya di sana. Sedangkan pintu masuknya berukuran kira 0,5 X 0,5 meter dengan pahatan berbentuk segitiga di bagian atasnya.
Dari cerita-cerita yang beredar di masyarakat, makhluk itu bertubuh pendek dan hitam. Mungkin mirip kurcaci dalam cerita-cerita dongeng. Tetapi yang paling istimewa ada pada kakinya. Telapak kakinya tidak menghadap ke dapan, namun ke belakang.
Konon di tahun-tahun 70-an, makhluk ini sesekali masih mau menampakkan diri kepada orang yang kebetulan sedang mencari hasil hutan. Seperti yang pernah dituturkan Benar Ketaren kepada MedanBisnis, salah seorang warga yang berladang di lokasi itu, beberapa waktu lalu.
Lelaki berumur 78 tahun ini pernah melihat makhluk ini masuk ke dalam sebuah batu besar yang ada di situ.
“Badannya kerdil. Hitam. Cuma wajahnya tak kelihatan. Kalau berjalan, ia kayak mundur. Tidak ada kepastian apakah jenis makhluk itu,” kata Ketaren.
Sampai sekarang masyarakat sekitar masih mengeramatkan situs budaya ini. Mereka percaya kegaiban batu ini. Konon batu ini bisa tiba-tiba menghilang, raib entah kemana. Hal itu berarti ada Umang yang menempatinya. Karena mistis, banyak orang yang bertapa dan membawa sesajen ke sana.
Setiap orang yang lewat di daerah Sembahe, selalu singgah dan menyembah batu ini. “Makanya dibilang Sembahe. Berasal dari kata 'semba e', yang berarti sembah ini,” ujarnya.
Kampung Uruk Rambuten sendiri dianggap sebagai awal Desa Sembahe. Masyarakatnya pindah ke lokasi yang lebih dekat dengan jalan.
Meski kampung ini sudah tak berpenghuni, nama Uruk Rambuten masih cukup populer di kalangan warga sekitar. Uruk Rambuten berada di dekat lokasi jatuhnya pesawat Garuda Indonesia pada 26 September 1997. Lokasi menuju situs ini pernah dibangun jalan dan lahan parkir oleh Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Sumatera Utara sekitar tahun 1975.
Megalitikum
Namun dari sisi ilmiah ada penjelasan lain tentang Gua Kemang. Menurut Antropolog Karo, Ahmad Arief Tarigan, Gua Kemang atau Gua Umang di Sembahe diindikasikan sebagai peninggalan peradaban Megalitikum, yaitu bangunan atau perlengkapan kehidupan yang terbuat dari batu besar.
Pada masanya, peradaban Megalitikum hampir merata tersebar di Eropa, Asia, Polynesia dan termasuk di beberapa tempat di Indonesia sekarang ini.
Lulusan Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan pascasarjana Ilmu Kajian Budaya di Universitas Udayana ini menjelaskan, pada masanya, peradaban Megalitikum hampir merata tersebar di Eropa, Asia, Polynesia dan termasuk di beberapa tempat di Indonesia sekarang ini.
Bila merujuk tradisi Megalitikum, Gua Kemang di Sembahe berfungsi sebagai wadah penguburan sekunder, yaitu tempat meletakkan tulang-belulang yang bertujuan agar arwah orang yang meninggal tidak tersesat saat menuju ‘dunianya’.
Dilihat dari struktur kebendaannya, Gua Kemang Sembahe termasuk arca statis (tidak berpindah-pindah), dan mengikuti pendapat Von Heine Geldern (1858-1968) ditaksir berasal dari era Neolitikum-Megalitikum Tua sekitar 2500-1500 SM yang dilakoni manusia berperadaban Proto Malay atau Melayu Tua.
Berbagai penelitian ilmiah sudah pernah dilakukan terhadap batu ini. Bahkan sejak dari Neumann dan Petrus Voerhove. Pada umumnya mereka sepekat batu ini sebagai peninggalan megalitikum.
Gua Kemang seperti ini dapat ditemukan di beberapa tempat, antara lain di Desa Sembahe, Desa Kuta Gerat (Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo), Desa Tanjung (Kecamatan Kutabuluh, Kabupaten Karo) dan Desa Kempawa (Kecamatab Tanah Pinem, Kabupaten Dairi).
Hampir di setiap daerah kultural pemukiman masyarakat Karo itu mempunyai folklore (cerita rakyat) yang berbeda-beda tentang batu ini,” kata Arief, yang juga Direktur Svarnabhumi Institute ini
Sumber : Berkunjung Ke Rumah Orang Bunian di Sembahe
Tag : Smart Detox Synergy
EmoticonEmoticon