Sofyan tak pernah menyangka jika di usia senjanya bakal terusir dari rumahnya sendiri. Rumah yang berada di pinggir Jl Raya Kuningan-Cirebon itu telah dilelang oleh pihak bank, dengan alasan Sofyan menunggak pembayaran cicilan pinjaman hingga beberapa bulan. Kini Sofyan mengontrak sebuah rumah di Desa Cikaso, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan.
Pagar besi rumah Sofyan Nampak seperti kurang terurus. Masih di halaman itu, ada sebuah toko servis dinamo yang dipakai Sofyan mencari nafkah. Sejumlah warga yang tengah membetulkan dynamo duduk di kursi kayu yang ada di depan toko.
Sofyan sendiri mempersilakan Radar untuk masuk ke dalam rumahnya yang berlantai keramik putih. Sehelai karpet terhampar di ruang tamu. Tak ada kursi dan peralatan rumah tangga lainnya. Sofyan mengaku jika peralatan rumah tangganya sudah diangkut ke rumah kontrakan setelah mendapat surat perintah pengosongan.
Lelaki itu seperti tak menyangka, jika rumah seluas 25 bata yang dibelinya dengan cucuran keringat beberapa tahun lalu itu harus berpindah tangan dengan cara yang menyakitkan. Dia juga menyesal tak cermat ketika melakukan pembayaran cicilan, sehingga akhirnya harus kehilangan rumah yang sangat strategis lantaran berada di jalur utama.
“Saya sebenarnya tidak ikhlas harus kehilangan rumah karena dianggap tidak mampu melunasi pinjaman. Tapi rumah ini sudah dilelang sejak Februari tahun lalu,” papar Sofyan kepada Radar dengan suara parau.
Dia menceritakan peristiwa yang tak mungkin hilang dari ingatannya selama masih hidup. Semua itu berawal saat tahun 2012 silam. Kala itu, dia terjerat penawaran manis dari seorang marketing sebuah perbankan yang menawarkan pinjaman yang prosesnya cukup mudah. Setelah beberapa kali bertemu dengan marketing tersebut, akhirnya dia memutuskan meminjam uang untuk kepentingan usaha yang tengah digelutinya.
“Awalnya ada marketing yang datang menawarkan pinjaman dengan proses cepat dan mudah. Meski semula tidak tertarik, namun karena sering ditawari akhirnya saya kepincut,” ujarnya.
Sofyan mengajukan pinjaman sebesar Rp120 juta. Dalam perjanjian dengan pihak bank, Sofyan diberi masa tenor selama lima tahun atau sampai 2017. Dalam perjanjian itu juga disebutkan nominal cicilan yang harus dibayar Sofyan yakni Rp3.650.000 per bulannya.
Sebagai jaminan atas pinjamannya, Sofyan menyerahkan sertifikat rumahnya. Tahun pertama, dan kedua pembayaran cicilan berlangsung lancar. Memasuki tahun ketiga, usaha yang ditekuni Sofyan kurang menguntungkan sehingga berimbas terhadap upayanya membayar ke bank. Akhirnya pembayaran cicilan juga mulai tersendat.
Kendati begitu, Sofyan tetap berusaha membayar kewajibannya ke pihak bank. Dia juga berusaha meminta keringanan kepada pihak bank untuk memperpanjang masa tenor hingga 9 tahun. Permintaan tersebut disetujui pihak bank, dan itu membuat hatinya lega. Setiap bulannya, dia menyerahkan uang cicilan pinjaman ke kolektor yang datang ke rumahnya.
“Karena usaha saya kurang bagus, pembayaran memang sempat tersendat. Kemudian saya minta agar ada keringanan dalam jangka waktu mencicil. Dan permintaan itu disetujui hingga ada keringanan sampai 2019 untuk melunasi cicilan,” katanya.
Namun mendadak dia mendapat surat panggilan dari bank yang isinya pemberitahuan terkait ada tunggakan selama lima bulan yang belum dibayar. Dia kemudian berangkat ke bank untuk menyelesaikannya.
“Jumlah uang cicilan yang sudah saya bayar hampir mencapai Rp107 juta dari pinjaman Rp120 juta. Untuk melunasinya, saya sempat menawarkan rumah ke orang lain. Ada yang menawar Rp800 jutaan. Tapi, saya tidak bisa menjual rumah lantaran sudah dilelang oleh bank. Saya hanya berharap agar eksekusi yang akan dilakukan ditunda, dan diberi kesempatan menjual rumah untuk melunasi utang. Hanya itu permintaan saya,” harapnya.
Sumber : Resiko Ngutang di Bank. Pinjam Rp120 Juta, Kehilangan Rumah Seharga Rp800 Juta
Tag : Smart Detox Synergy
EmoticonEmoticon